Kamis, 23 April 2015

Memaknai Janji


Dalam perjalanan kehidupan ini tidak terlepas dari janji. Entah kita yang berjanji atau kita yang dijanjikan. Janji itu hakikat dari komitmen mungkin. Lebih berat memberikan janji daripada dijanjikan. Ketika sudah berjanji disadari atau tidak, ada kondisi psikologis bahwa kita terikat akan suatu hal. Ucapan yang sudah terucap tidak akan dapat ditarik kembali. Cepat atau lambat ucapan atau janji kita akan siap untuk ditagih. Bagi laki-laki  yang baik kata-kata yang keluar darinya adalah kehormatanya.

Memutuskan berjanji tidaklah mudah. Janji yang sudah disepakati bersama tidak hanya sekadar diucapkan. Janji tidak bisa hanya dibiarkan tumbuh dan mengalir begitu saja. Perlu ada rasa satu sama lain untuk mau memperbaiki, merawat, dan menjaga janji tersebut. Misalnya, kita berjanji dengan ibu kita; Bu nanti saya pulang jam 9 malam ya bu, eh ternyata kita tidak bisa pulang jam tersebut. Baikknya kita pasti mengabari; bu maaf saya pulang lebih telat sesuai janji saya. Nah kalau sudah begini kan enak jadinya. Yang diberikan janji memiliki ketenangan bahwa janji pasti terpenuhi walaupun setelah janji tersebut diperbaiki. 

Keberanian menetapi janji itu hebat dan luarbiasa bahkan mulia. Bahasa populernya ialah seiya, sekata, dan seperbuatan. Memegang teguh satu janji, lurus terhadap satu janji, dan berjuang mewujudkan janji tersebut itu perbuatan yang mulia. Lantas timbul pertanyaan, Bagaimana bila kita tidak sanggup memenuhi janji kita? Pada dasarnya dalam berjanji ada dua pihak yang saling bersepakat untuk mau sama-sama menyanggupi, saling menjaga, mau terus memperbaiki, dan bersedia menerima segala resiko dari janji yang telah disepakti. Bila hanya satu pihak yang melakukan hal-hal tersebut diatas, sementara dipihak lain tidak melakukan hal serupa. Ya sudahlah kalo kata lagu; janji hanya tinggal janji. Janji butuh dua pihak untuk mau sama-sama serius menjalankannya. Tidak ada kepasifan (pembiaran) dari satu pihak.

Menetapi janji itu tidaklah mudah, butuh keberaniaan, dan keseriusan. Bila kita tidak sanggup memenuhi janji kita atau salah satu pihak tidak menunjukan keseriusannya untuk berjanji. Mungkin tidak apa kita untuk mengundurkan diri dari janji yang disepekati. Memang mewujudkan janji itu sungguh mulia. Akan tetapi, Ingat janji butuh dua pihak. Salah satu pihak saja yang mengusahakan. Tidak akan bertemu janji itu. Lebih baik mundur terhormat, daripada mundur meninggalkan rekam jejak yang tidak baik. Nama baik, citra baik, rekam jejak yang baik itu harga yang mahal tidak bisa ditawar. Dan sekali lagi, menepati janji itu tidaklah mudah, karena janji harus ditepati (QS. Al-Maaidah: 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar