Dalam perjalanan kehidupan ini tidak terlepas dari janji. Entah kita yang berjanji atau kita yang dijanjikan. Janji itu hakikat dari komitmen mungkin. Lebih berat memberikan janji daripada dijanjikan. Ketika sudah berjanji disadari atau tidak, ada kondisi psikologis bahwa kita terikat akan suatu hal. Ucapan yang sudah terucap tidak akan dapat ditarik kembali. Cepat atau lambat ucapan atau janji kita akan siap untuk ditagih. Bagi laki-laki yang baik kata-kata yang keluar darinya adalah kehormatanya.
Memutuskan
berjanji tidaklah mudah. Janji yang sudah disepakati bersama tidak hanya
sekadar diucapkan. Janji tidak bisa hanya dibiarkan tumbuh dan mengalir begitu saja. Perlu
ada rasa satu sama lain untuk mau memperbaiki, merawat, dan menjaga janji tersebut.
Misalnya, kita berjanji dengan ibu kita; Bu nanti saya pulang jam 9 malam ya bu, eh
ternyata kita tidak bisa pulang jam tersebut. Baikknya kita pasti mengabari; bu
maaf saya pulang lebih telat sesuai janji saya. Nah kalau sudah begini kan enak
jadinya. Yang diberikan janji memiliki ketenangan bahwa janji pasti terpenuhi
walaupun setelah janji tersebut diperbaiki.
Keberanian
menetapi janji itu hebat dan luarbiasa bahkan mulia. Bahasa populernya ialah seiya, sekata,
dan seperbuatan. Memegang teguh satu janji, lurus terhadap satu janji, dan
berjuang mewujudkan janji tersebut itu perbuatan yang mulia. Lantas timbul
pertanyaan, Bagaimana bila kita tidak sanggup memenuhi janji kita? Pada
dasarnya dalam berjanji ada dua pihak yang saling bersepakat untuk mau
sama-sama menyanggupi, saling menjaga, mau terus memperbaiki, dan bersedia
menerima segala resiko dari janji yang telah disepakti. Bila hanya satu pihak
yang melakukan hal-hal tersebut diatas, sementara dipihak lain tidak melakukan
hal serupa. Ya sudahlah kalo kata lagu; janji hanya tinggal janji. Janji butuh dua pihak untuk
mau sama-sama serius menjalankannya. Tidak ada kepasifan (pembiaran) dari satu pihak.
Menetapi
janji itu tidaklah mudah, butuh keberaniaan, dan keseriusan. Bila kita tidak
sanggup memenuhi janji kita atau salah satu pihak tidak menunjukan keseriusannya
untuk berjanji. Mungkin tidak apa kita untuk mengundurkan diri dari janji yang
disepekati. Memang mewujudkan janji itu sungguh mulia. Akan tetapi, Ingat janji
butuh dua pihak. Salah satu pihak saja yang mengusahakan. Tidak akan bertemu
janji itu. Lebih baik mundur terhormat, daripada mundur meninggalkan rekam
jejak yang tidak baik. Nama baik, citra baik, rekam jejak yang baik itu harga yang
mahal tidak bisa ditawar. Dan sekali lagi, menepati janji itu tidaklah mudah, karena janji harus ditepati (QS. Al-Maaidah: 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar