Hampir
setahun lebih saya tidak menulis lagi. Lupa nulis iya lupa nulis. Kalo
ngomongin dulu saya aktif banget nulis. Tapi ya itu dulu. Hehehe. Padahal nulis itu sederhana apa yang
dirasakan dan apa yang dipikirkan yaa ditulis. Mau ada yang suka alurnya gimana
atau enak dibaca atau tidak ya sudah yang penting tulis dulu. Saya punya cerita
belum lama ini saya pernah ketemu dengan seorang PNS yang hobi nulis banyak
buku dia seputar tentang PNS. Entah bagaimana ceritanya ketika kita ngobrol ada
kesamaan hobi, ya hobi menulis. Bedanya dia produktif menulis dan saya
anget-angetan. Hehe. Dia bercerita banyak bahwa dari menulis banyak manfaat
yang dia dapat.
Saya
bertanya kepada beliau, Pak bagaimana sih
caranya bisa menulis secara produktif? Dia
waktu itu menjawab sangat sederhana bagi dia menulis itu seperti buang air,
keluarkan saja apa yang ada dipikiran dan dirasakan. Yaa berarti harus
dikeluarkan dong pak. Iya haruslah kalo ga jadi penyakit mas. Ide, gagasan,
pengalaman, pelajaran hidup ditulis saja dulu. Waktu mendengar pernyataan itu
saya hanya manggut-manggut aja. dalam hati saya bergumam jadi selama ini saya terlalu banyak alasan untuk menunda menulis. Ya sudah
tulis saja dulu mas. Ya menulis akan
mengingatkan kita punya warisan berharga yang tak akan lekang oleh waktu. Asik
bahasanya. Hehehe. Yang paling membuat saya terenyuh beliau bilang gini "mas orang kalo udah meninggal apa sih yang paling
diingat ketika dia hidup, ga ada mas kecuali karya orang itu. Ga usah
pusing-pusing mas mikirin buat karya apa. Cukup punya tulisan yang bisa dibaca orang aja
sukur-sukur tulisan kita bagus dan punya buku. Jadi amal jariah mas.
Ngalir terus deh pahalanya. Ayo mas jangan takut untuk dikritik karena tulisan kita jangan mikir yg aneh-aneh. Ga usah nunggu pinter dulu untuk jadi penulis, ga usah harus nunggu jadi orang baik atau sempurna untuk menjadi penulis. Niat kan saja menulis untuk berbagi. Ayo mas jarang PNS muda dan enerjik seperti mas jadi penulis dan punya buku. (waktu itu asli geer banget doi bilang gitu. hahahaha).
Saya
jadi teringat bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik harus mempunyai tiga
kemampuan (good thinker, good speaker, and
good writer). Pemimpin yang baik katanya tidak hanya dituntut untuk bisa
berpikir dan berbicara yang baik, tapi juga harus bisa menulis. Gagasan dan ide
harus ditulis atau dibukukan supaya semua orang tau apa yang sedang dipikirkan
dan dibicarakan. Percuma kalo segala sesuatu hanya diwacanakan, beradu argumen,
atau beretorika belaka. Sudahlah tulis saja apapun itu yang menjadi gagasan
pribadi.
Berarti
bener juga apa yang dikatakan oleh Napolean Bonaparte Panglima Perang dari
Perancis beliau berujar bahwa Dirinya
lebih merasa takut terhadap satu orang penulis ketimbang seribu serdadu? Sudah
menjadi cerita sejarah bahwa revolusi-revolusi besar di dunia selalu di dahului
oleh jejak pena seseorang pengarang. Pena pengarang mencestukan ide, cita,
cinta, dan harapan, yang semuanya itu bisa menjadi pelecut untuk berjuang atau
melakukan pergerakan. Sungguh mulia memang jadi penulis. Nah hal ini dipertegas
oleh Sayyid Qutb, salah satu tokoh pergerakan mesir pernah mewasiatkan satu
peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) sanggup
menembus jutaan kepala. Luarbiasa memang dengan hanya pena kita bisa merubah
peradaban. Tapi bagi saya pribadi yaa menulis untuk bisa bermaanfaat untuk
orang lain. Jangan menunggu baik terlebih dahulu, untuk memulai segala sesuatunya.
Karena menjadi baik merupakan jalan panjang yang tidak pernah berujung. Mari
menjadi baik dengan cara yang sederhana.
Jadilah burung, walau tidak bisa menulis, tapi justru banyak ditulis orang..
BalasHapus