Senin, 17 Februari 2014

Setengah Hati?

Beberapa waktu lalu, saya sedang di Magelang (Jawa Tengah). Bertemu (silaturahim) dengan saudara-saudara yang ada disana. Ketika itu, saya sedang melihat raport sepupu saya. Sepupu saya sekarang kelas 7 (1 SMP). Saya waktu itu bertanya, kok raportnya segini hasilnya? Kenapa? Dia pun menjawab. ‘Biasa mas, lagi ga serius aja’. Saya pun menjawab, berarti kalo serius bisa dong lebih dari ini? ‘Iya mas, tenang wae InshaAllah bisa. Baiklah kalo begitu, selesai percakapan itu. Terus ada lagi percakapan lain. Beberapa bulan lalu, saya mendapat sms dari teman atau sahabat. Kira-kira seperti ini isi smsnya. ’Gw ga lulus nih, yah mungkin belum rejekinya. Nasib-nasib’. Saya pun membalas, lw udah serius belum? ’Yah gitu lah, serius ga serius sih. Saya pun menutup sms itu: Yaudah tahun depan (2014) coba lagi, tapi lebih serius.

Dari dua percakapan diatas, sebenarnya ada makna yang tersirat. Walaupun tidak terang benderang namun ada makna. Sebuah makna, dari ketidakseriusan atau setengah hati. Mungkin disebagian kita sering mendengar ungkapan-ungkapan. Gimana mau lulus, serius aja engga? Gimana mau dapet, udah serius belum lw? Sebenarnya lw itu serius apa engga sih? Kamu serius ga sih sama aku? (#ouch hehe) Atau kok lw setengah-setengah sih. Tentu masih banyak ungkapan-ungkapan lain seputar hal-hal itu.

Banyak yang sebenarnya mampu. Tetapi banyak pula yang tidak yakin bahwa dia itu mampu. Atau ragu bahwa dirinya mampu atau sanggup. Atau bahkan kemampuan itu sedang di’ninakbobokan’. Manusia itu unik, tidak mungkin manusia diseluruh dunia sama persis. Setiap kita diciptakan dengan segala kelebihan kita masing-masing. Namun memunculkan kelebihannya saja yang berbeda-beda. Hidup adalah sebuah perjuangan (pertarungan). Persaingan akan semakin ketat kedepannya. Kedepannya akan semakin keras kita dalam menjalani hidup. Dimanapun dalam ranah kehidupan pasti ada persaingan. Dari persaingan itulah kita akan bertarung.

Pertarungan hidup ini membuat kita harus berjuang ekstra kuat. Kegagalan yang kita saksikan atau mungkin (pasti) pernah kita rasakan, tidak selamanya karena ketidakmampuan kita. Tidak selamanya juga karena kelembekkan kita. Terkadang kita setengah hati dalam berusaha atau mencoba. Tidak all out ­atau total dalam berkarya dan melangkah atau memperjuangkan sesuatunya. Sehingga keberhasilan itu bukan milik kita. Terkadang, usaha dan doa yang dilakukan sejatinya menunjukan keseriusan dan keniatan untuk menggapai sesuatu.

Melangkah setengah hati ini bisa jadi karena kurangnya rasa kepercayaan diri yang mapan. Takut jatuh sebelum melangkah. Takut bayang-bayang sendiri. Takut gagal dalam mencoba. Takut ditolak ketika mengungkapkan. Takut tidak berbalas. Takut mengambil resiko. Kita mengawali langkah dengan prasangka yang buruk kepada Sang Pencipta. Menegatifkan hasil yang nyata-nyata nya belum kita ketehui sama sekali dan hanya Sang Pencipta lah yang Maha Tahu. Kita terlalu mengkerdilkan diri kita dihadapan pesaing kita. Kalah sebelum berperang. Menyerah sebelum ada keringat yang mengucur dari usaha maksimal kita. Pasrah sebelum memohon dan memanjatkan permohanan kepada Sang Pencipta secara serius.

Belum apa-apa saja kita sudah memvonis diri kita. Udah nyerah duluan. Kayanya berat deh. Sulit deh untuk dilakukan sekarang. Kayanya dia ga suka deh. Nah, kalau vonis sudah datang dari kita sendiri. Siapa yang mau menolang diri kita dari kegagalan? Walaupun iya, dalam setiap mengambil keputusan harus diputuskan secara rasional, akal sehat, hati nurani, dan tentu-tentunya nilai keagamaan. Langkah terseok dan terjatuh bukan selamanya kita tidak sanggup atau tidak mampu. Bisa jadi ini pelajaran untuk kita bangkit kembali dan mengambil pelajaran itu agar kita terhindar dari lubang kegagalan pertama. Semua hanya masalah kebulatan tekad kita untuk melangkah tidak setengah hati.

                                                        

1 komentar:

  1. I think I think I know that friend you refers to, LOL :p

    Hahaaha.. But, thanks for the advice.. :)

    BalasHapus