Senin, 05 November 2012

Lebih Baik Tidak Tahu daripada 'Sok Tahu'



Berkata tidak tahu terkadang menakutkan juga. Bagi orang yang memiliki ego dan gengsi yang tinggi, tentu berkata tidak tahu cukup berat. Hal ini bisa diperparah oleh kekhawatiran akan turunnya harga diri. Terutama bagi mereka yang tidak terbiasa dengan bersikap apa adanya. Bisa dikatakan mereka ingin mempertahankan gengsi atau citra nya. Karena ketidaktahuan itu identik dengan kekurangan, kebodohan, minim pengetahuan, atau malahan dianggap miskin pengalaman. Bahasa anak muda jaman sekarang kalau dianggap tidak tahu akan suatu hal bisa dikatakan cemen, cupu, katro, ndesoo, dlsb hehehe. Apalagi jika kita dianggaap orang lain pada posisi yang tinggi. Semakin sulit rasanya bila mengakui ketidaktahuan akan suatu hal. Belum lagi anak muda yang seolah-olah merasa paling tahu semuanya. Rasanya sulit sekali untuk berkata ‘maaf saya tidak tahu’. Yang ada di benak nya sudah jawab dulu, mau benar atau salah urusan nanti. Maklum lah namanya anak muda. 

Dalam hidup ini tidak menyisakan banyak celah untuk pengetahuan yang abu-abu , remang-remang, atau setengah-setengah. Sebab hidup harus berjalan dengan mekanisme yang pasti dan ada aturan-aturan. Karenanya, pengetahuan yang setengah-setengah, sulit rasanya dipakai untuk pijakan sebuah tatanan hidup. Ia juga tidak akan banyak menyelesaikan masalah, justru malahan akan membuat masalah baru. Tetapi lebih buruk dari tidak tahu adalah bersikap sok tahu. Karena sikap yang serba tahu atau sok tahu hampir bisa dikatakan selalu menjadi sumber becana atau malapetaka. Bagi seorang Muslim mungkin Anda pernah ingat atau mendengar kata-kata ini: ”Jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah saat-saat kehancurannya”. Atau bahasa yang lebih populer sekarang ini ialah “The Right Men In The Right Place”.  

Dua perumpaan diatas bila dilihat dari konteks agama maupun konteks keilmuan menunjukan bahwa hidup ini harus dikelola dengan keahlian. Sedang induk keahlian ialah dari pengetahuan. Pengetahuan diperoleh salah satunya dari buku. Buku lazimnya harus dibaca. Iya, berarti semua keahlian awalnya bermula dari membaca. Ingat itu membaca adalah pangkal dari suatu keahlian. Tentu disamping itu ada guru yang membimbing. Orang-orang yang tidak tahu dalam suatu urusan, tidak boleh merasa tahu apalagi serba tahu. Meski disisi lain ia juga harus terus meng-upgrade dan mengasah pengetahuannya. Hari ini dimana kemajuan jaman semakin canggih, semakin banyak saja kita menemukan orang yang sok tahu. Banyak yang asal bunyi, asal jeplak, dan berkomentar sana sini. Padahal ilmunya minim atau bukan spesialisasinya. Memang air beriak tanda tak dalam, kita juga bukan menyuruh seseorang untuk tutup mulut. Tetapi jika sudah sampai pada hal yang rumit, serahkanlah pada ahlinya. Orang yang selalu berkata tahu dalam hal apa saja, justru layak diragukan perkataanya. Apakah ia benar-benar tahu atau pura-pura tahu.

Bersikap sok tahu secara etika atau tata krama mengandung unsur ‘penghianatan’. Sadis sekali memang rasanya.Tetapi ya memang itulah kenyataannya. Penghianatan terhadap diri sendiri dan tentunya penghianatan terhadap orang lain. Maksudnya kita telah berkhianat terhadap diri sendiri atas kapasitas yang kita miliki (punyai). Lebih dari itu pengkhianatan terhadap korban yang meyakini kita tahu. Iya korban atau orang lain yang telah kita tipu mentah-mentah atas ketidakmengertian kita. Akan ada kebohongan yang mengerikan dari segala sikap sok tahu dari siapa saja padahal dirinya tidak mengerti. Sudah lah ketika kita berbicara atau ditanya orang lain akan suatu hal, bersikap lah apa adanya. Katakan tahu bilang memang tahu bila perlu jelaskan secara runut. Bila memang tidak tahu katakanlah ‘maaf saya tidak tahu’. Berkata tidak tahu itu bukan aib, bukan kebodohan, atau bukan sekedar mempertahankan gensi atau citra diri. Tetapi berkata tidak tahu menyimpan sebuah kekuatan. Kebesaran, kewibawaan, dan pencitraan, tidak hanya karena mereka tahu akan semua hal. Selain bisa menjawab pertanyaan jamannya. Kebesaran, kewibawaan, dan pencitraan akan semakin terpancar kemilau, ketika diiringi oleh kejujuran nurani dan kebesaran hati. Jujur ketika dia tidak tahu. Besar hati dan bersiap saat harus mengakui kekurangan yang ada pada diri ini.  Menjadi besar atau untuk disukai banyak orang tidak perlu memaksakan diri untuk menyenangi semua orang. Sudahlah tidak perlu gengsi yang berlebihan untuk sekedar mengucapkan kata tidak tahu. Berbicaralah apa adanya, jangan membohongi diri sendiri atas kemampuan yang kita miliki. Bersikaplah jujur apa adanya atas ketidaktahuan akan suatu hal.

Berkata tidak tahu itu bukan aib atau pun bukan kebodohan. Ingat setiap rangkaian kata yang keluar dari mulut kita akan menjadi musuh kita, jika itu tidak benar. Jadi kenapa mesti takut jika berkata tidak tahu. Artinya berkata tanpa ilmu sangat berat tanggungjawabnya. Selain itu berkata tidak tahu semakin meyakini bahwa kita membutuhkan orang lain. Sekat-sekat keangkuhan atau kecongkakkan akan semakin bisa terkikis. Dengan hal ini kita semakin sadar bahwa kita membutuhkan orang lain. Untuk bisa menjawab pertanyaan jaman yang tidak sanggup kita jawab. Dengan berkata tidak tahu, manusia saling membutuhkan dan melengkapi. Ini akan membuat kehidupan seperti roda yang berjalan stabil dan terus berputar. Karena keangkuhan atau kecongkakkan bisa membuat kehidupan ini tidak sehat. Saya rasa masih ada saja orang-orang disekeliling kita merasa dia tahu segala-galanya. Dengan segala arogansi dia harus menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Padahal bila ia bisa berdamai dengan dirinya. Pasti dia akan menemukan sisi yang gelap dari kehidupannya yang belum dan tidak bisa ia jawab.

Kemampuan kita berbeda-beda. Masing-masing dari kita punya keunikan. Keahlian kita juga berlainan. Mereka yang ingin berjalan sendiri diatas kaki sendiri, berarti dia hanya mengoptimalkan satu kekuatan yang membutuhkan banyak tambal sulam kekurangan yang ada. Dengan menyatukan kekuatan dan berbagai potensi itu, berarti kita telah menyatukan dan menggabungkan berbagai unsur kekuatan. Artinya dalam suatu bidang ilmu saja terdapat kemampuan berbeda-beda. Profesor saja yang seorang ‘Guru Besar’ hanya mengusai satu keahlian ilmu saja. Itu juga dibedakan ada ilmu kekhsusuannya. Misalnya profesor dari ilmu hukum. Ada professor hukum tata negara atau profesor hukum internasional. Artinya ada bidang kepakaran masing-masing.  Ibarat seperti seorang dokter ada spesialisasinya, seperti ada dokter spseialisasi kandungan, spesialisasi anak, spesialisasi penyakit mulut, dlsb. Jadi tetap ada keahlian khusus yang dipunyainya.

Orang-orang yang serba tahu alias sok tahu tidak lah sama kedudukannya dengan orang yang tidak tahu. Meskipun memang sama-sama tidak tahu. Perbedaannya utamanya seringkali terletak akibat yang ditimbulkannya. Akibat dari orang yang sok tahu dapat menimbulkan malapetaka.  Hidup memang membutuhkan suatu keahlian spesial. Tak masalah bila kita hanya menguasai suatu ke ilmuan tertentu. Tetapi jujur terhadap diri sendiri dan orang lain atas ketidaktahuan akan suatu hal adalah pelengkap yang diambil dari segala keahlian. Tidaklah aib berkata tika tahu, bukan kebodohan, atau bukan sekedar mempertahankan gensi atau citra diri. Ini bukan sekedar sudut pandang aturan dalam kehidupan, tapi ini juga bagian penting dari menghindari akibat dari sok tahu.  Bahwa tidak aib berkata tidak tahu dan bukan bodoh juga berkata tidak tahu. Dengan tetap memegang semangat menuntut ilmu, kita harus menanamkan keberanian dan kelapangan hati untuk berani berkata tidak tahu. Itu adalah jalan keselamatan dan kedamaian, sekaligus pintu kebesaran yang sesungguhnya. Mengapa harus menutupi kebodohan kita, karena apa pun yang kita ungkapkan akan menjadi musuh kita juga. Orang-orang pintar pasti menyakini bahwa apa yang sudah mereka ucapkan pasti mengandung resiko baik sekarang maupun nanti. Maka berkata tahu padahal tidak tahu akan menimbulkan resiko besar, karena semua butuh pertanggujawaban. Dari sinilah seharusnya kita bersemboyan disaat tidak tahu  “Lebih baik berkata tidak tahu daripada sok tahu”. Untuk itulah kalau memang tidak tahu buat apa kita bersembunyi di balik kata tahu. Katakan dengan segala kebesaran hati ini: “Maaf Saya tidak tahu” hehehe.


1 komentar: