Berkata tidak tahu
terkadang menakutkan juga. Bagi orang yang memiliki ego dan gengsi yang tinggi,
tentu berkata tidak tahu cukup berat. Hal ini bisa diperparah oleh kekhawatiran
akan turunnya harga diri. Terutama bagi mereka yang tidak terbiasa dengan bersikap
apa adanya. Bisa dikatakan mereka ingin mempertahankan gengsi atau citra nya.
Karena ketidaktahuan itu identik dengan kekurangan, kebodohan, minim pengetahuan,
atau malahan dianggap miskin pengalaman. Bahasa anak muda jaman sekarang kalau dianggap tidak tahu akan suatu hal bisa
dikatakan cemen, cupu, katro, ndesoo,
dlsb hehehe. Apalagi jika kita dianggaap orang lain pada posisi yang tinggi.
Semakin sulit rasanya bila mengakui ketidaktahuan akan suatu hal. Belum lagi
anak muda yang seolah-olah merasa paling tahu semuanya. Rasanya sulit sekali untuk
berkata ‘maaf saya tidak tahu’. Yang ada di benak nya sudah jawab dulu, mau
benar atau salah urusan nanti. Maklum lah namanya anak muda.
Dalam hidup ini tidak
menyisakan banyak celah untuk pengetahuan yang abu-abu , remang-remang, atau
setengah-setengah. Sebab hidup harus berjalan dengan mekanisme yang pasti dan
ada aturan-aturan. Karenanya, pengetahuan yang setengah-setengah, sulit rasanya
dipakai untuk pijakan sebuah tatanan hidup. Ia juga tidak akan banyak
menyelesaikan masalah, justru malahan akan membuat masalah baru. Tetapi lebih
buruk dari tidak tahu adalah bersikap sok
tahu. Karena sikap yang serba tahu atau sok
tahu hampir bisa dikatakan selalu menjadi sumber becana atau malapetaka.
Bagi seorang Muslim mungkin Anda pernah ingat atau mendengar kata-kata ini: ”Jika suatu urusan diserahkan kepada bukan
ahlinya, maka tunggulah saat-saat kehancurannya”. Atau bahasa yang lebih
populer sekarang ini ialah “The Right Men
In The Right Place”.
Dua perumpaan diatas
bila dilihat dari konteks agama maupun konteks keilmuan menunjukan bahwa hidup
ini harus dikelola dengan keahlian. Sedang induk keahlian ialah dari pengetahuan.
Pengetahuan diperoleh salah satunya dari buku. Buku lazimnya harus dibaca. Iya,
berarti semua keahlian awalnya bermula dari membaca. Ingat itu membaca adalah pangkal dari suatu
keahlian. Tentu disamping itu ada guru yang membimbing. Orang-orang yang tidak tahu dalam suatu
urusan, tidak boleh merasa tahu apalagi serba tahu. Meski disisi lain ia juga harus terus meng-upgrade dan mengasah pengetahuannya. Hari
ini dimana kemajuan jaman semakin canggih, semakin banyak saja kita menemukan
orang yang sok tahu. Banyak yang asal
bunyi, asal jeplak, dan berkomentar sana sini. Padahal ilmunya minim atau bukan
spesialisasinya. Memang air beriak tanda tak dalam, kita juga bukan menyuruh
seseorang untuk tutup mulut. Tetapi jika sudah sampai pada hal yang rumit,
serahkanlah pada ahlinya. Orang yang selalu berkata tahu dalam hal apa saja,
justru layak diragukan perkataanya. Apakah ia benar-benar tahu atau pura-pura tahu.
Bersikap sok tahu secara etika atau tata krama
mengandung unsur ‘penghianatan’. Sadis sekali memang rasanya.Tetapi ya memang
itulah kenyataannya. Penghianatan terhadap diri sendiri dan tentunya
penghianatan terhadap orang lain. Maksudnya kita telah berkhianat terhadap diri
sendiri atas kapasitas yang kita miliki (punyai). Lebih dari itu pengkhianatan
terhadap korban yang meyakini kita tahu. Iya korban atau orang lain yang telah
kita tipu mentah-mentah atas ketidakmengertian kita. Akan ada kebohongan yang
mengerikan dari segala sikap sok tahu dari
siapa saja padahal dirinya tidak mengerti. Sudah lah ketika kita berbicara atau
ditanya orang lain akan suatu hal, bersikap lah apa adanya. Katakan tahu bilang
memang tahu bila perlu jelaskan secara runut. Bila memang tidak tahu katakanlah
‘maaf saya tidak tahu’. Berkata tidak tahu itu bukan aib, bukan kebodohan, atau
bukan sekedar mempertahankan gensi atau citra diri. Tetapi berkata tidak tahu
menyimpan sebuah kekuatan. Kebesaran, kewibawaan, dan pencitraan, tidak hanya
karena mereka tahu akan semua hal. Selain bisa menjawab pertanyaan jamannya.
Kebesaran, kewibawaan, dan pencitraan akan semakin terpancar kemilau, ketika
diiringi oleh kejujuran nurani dan kebesaran hati. Jujur ketika dia tidak tahu.
Besar hati dan bersiap saat harus mengakui kekurangan yang ada pada diri ini. Menjadi besar atau untuk disukai banyak orang
tidak perlu memaksakan diri untuk menyenangi semua orang. Sudahlah tidak perlu
gengsi yang berlebihan untuk sekedar mengucapkan kata tidak tahu. Berbicaralah
apa adanya, jangan membohongi diri sendiri atas kemampuan yang kita miliki. Bersikaplah
jujur apa adanya atas ketidaktahuan akan suatu hal.
Berkata tidak tahu itu
bukan aib atau pun bukan kebodohan. Ingat setiap rangkaian kata yang keluar
dari mulut kita akan menjadi musuh kita, jika itu tidak benar. Jadi kenapa
mesti takut jika berkata tidak tahu. Artinya berkata tanpa ilmu sangat berat
tanggungjawabnya. Selain itu berkata tidak tahu semakin meyakini bahwa kita
membutuhkan orang lain. Sekat-sekat keangkuhan atau kecongkakkan akan semakin
bisa terkikis. Dengan hal ini kita semakin sadar bahwa kita membutuhkan orang
lain. Untuk bisa menjawab pertanyaan jaman yang tidak sanggup kita jawab.
Dengan berkata tidak tahu, manusia saling membutuhkan dan melengkapi. Ini akan membuat kehidupan seperti roda yang
berjalan stabil dan terus berputar. Karena keangkuhan atau kecongkakkan bisa
membuat kehidupan ini tidak sehat. Saya rasa masih ada saja orang-orang
disekeliling kita merasa dia tahu segala-galanya. Dengan segala arogansi dia harus
menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Padahal bila ia bisa
berdamai dengan dirinya. Pasti dia akan menemukan sisi yang gelap dari
kehidupannya yang belum dan tidak bisa ia jawab.
Kemampuan kita
berbeda-beda. Masing-masing dari kita punya keunikan. Keahlian kita juga
berlainan. Mereka yang ingin berjalan sendiri diatas kaki sendiri, berarti dia
hanya mengoptimalkan satu kekuatan yang membutuhkan banyak tambal sulam
kekurangan yang ada. Dengan menyatukan kekuatan dan berbagai potensi itu,
berarti kita telah menyatukan dan menggabungkan berbagai unsur kekuatan. Artinya
dalam suatu bidang ilmu saja terdapat kemampuan berbeda-beda. Profesor saja
yang seorang ‘Guru Besar’ hanya mengusai satu keahlian ilmu saja. Itu juga
dibedakan ada ilmu kekhsusuannya. Misalnya profesor dari ilmu hukum. Ada
professor hukum tata negara atau profesor hukum internasional. Artinya ada
bidang kepakaran masing-masing. Ibarat
seperti seorang dokter ada spesialisasinya, seperti ada dokter spseialisasi
kandungan, spesialisasi anak, spesialisasi penyakit mulut, dlsb. Jadi tetap ada
keahlian khusus yang dipunyainya.
Orang-orang yang serba
tahu alias sok tahu tidak lah sama
kedudukannya dengan orang yang tidak tahu. Meskipun memang sama-sama tidak
tahu. Perbedaannya utamanya seringkali terletak akibat yang ditimbulkannya.
Akibat dari orang yang sok tahu dapat
menimbulkan malapetaka. Hidup memang
membutuhkan suatu keahlian spesial. Tak masalah bila kita hanya menguasai suatu
ke ilmuan tertentu. Tetapi jujur terhadap diri sendiri dan orang lain atas
ketidaktahuan akan suatu hal adalah pelengkap yang diambil dari segala
keahlian. Tidaklah aib berkata tika tahu, bukan kebodohan, atau bukan sekedar
mempertahankan gensi atau citra diri. Ini bukan sekedar sudut pandang aturan
dalam kehidupan, tapi ini juga bagian penting dari menghindari akibat dari sok tahu. Bahwa tidak aib berkata tidak tahu dan bukan
bodoh juga berkata tidak tahu. Dengan tetap memegang semangat menuntut ilmu,
kita harus menanamkan keberanian dan kelapangan hati untuk berani berkata tidak
tahu. Itu adalah jalan keselamatan dan kedamaian, sekaligus pintu kebesaran
yang sesungguhnya. Mengapa harus menutupi kebodohan kita, karena apa pun yang
kita ungkapkan akan menjadi musuh kita juga. Orang-orang pintar pasti menyakini
bahwa apa yang sudah mereka ucapkan pasti mengandung resiko baik sekarang
maupun nanti. Maka berkata tahu padahal tidak tahu akan menimbulkan resiko
besar, karena semua butuh pertanggujawaban. Dari sinilah seharusnya kita
bersemboyan disaat tidak tahu “Lebih
baik berkata tidak tahu daripada sok tahu”.
Untuk itulah kalau memang tidak tahu buat apa kita bersembunyi di balik
kata tahu. Katakan dengan segala kebesaran hati ini: “Maaf Saya tidak tahu” hehehe.
Sangat setuju
BalasHapus