Jumat, 24 Agustus 2012

3K: Komitmen, Kejujuran, dan Komunikasi


Ada hal menarik ketika saya mendengarkan berbagai keluh kesah, kegundahan, dan kegamangan, teman atau teman dekat saya mengenai dia dan pasangannya. Yah saya sih, pada waktu itu hanya menyiapkan dua buah kuping saya untuk siap mendengarkan segala keluh kesahnya. Ini penting menurut saya, ketika kita diberi dua kuping oleh pencipta kita tentu ada maksudnya. Maksudnya apa, kita lebih dituntut untuk dapat lebih mendengar dibanding berbicara (satu mulut). Bagi saya mendengarkan adalah puncak kematangan seseorang manusia ketika berhubungan dengan orang lain. Mendengar itu sebenarnya mudah hanya perlu diam, manggut-manggut, menatap matanya ketika dia berbicara dan bila diminta pendapat barulah berbicara. Yang penting niat, niat mau mendengarkan dan niat mau menjadi pendengar yang baik. 

Dalam dunia politik tentu ada 3K juga. 3K dalam dunia politik yaitu: kekuasaan, kepentingan, dan konflik. Saya kira, dalam politik hanya itu-itu saja lah yang tidak akan pernah lekang oleh jaman. Mau dari jaman Kendedes dan Kenarok sampai jaman SBY dan Boediono tetap 3K itu. Ketika saya memaknai tenyata memang benar, hanya itu-itu saja dalam politik (3K: Kekuasaan, Kepentingan, dan Konflik). Begitu juga, ketika saya mengamati keluh kesah, kegundahan, dan kegamangan para teman dan teman dekat saya. Akhirnya saya menemui 3 kata inti dari semua kebimbangannya. Yang saya kira harus ada dan pasti ada dalam setiap suatu hubungan. Komitmen, kejujuran, dan komunikasi, iya tiga kata itu lah yang saya anggap penting (sangat). Mau itu hubungan jarak jauh, jarak menengah, dan jarak dekat sekalipun 3K ini yang pasti ada dan harus ada. 

Komitmen dimaknai dengan mudah adalah suatu ikrar atau janji. Ketika kita berhubungan dengan orang lain (pasangan) sudah sepatutnya-lah masing-masing dari kita untuk menghargai dan menghormati pasangan kita masing-masing. Komitmen adalah sebuah janji dan sudah sepatutnya lah kita menepati janji itu (QS. Al-Maaidah: 1). Kita harus berpikir ketika, kita melakukan suatu perbuatan apakah perbuatan itu akan melukai atau membuat pasangan kita menjadi terganggu perasaannya. Kita harus berpikir, jika kita berbuat ini atau berbuat itu apakah akan menyakiti atau membuat terluka. Seandainya kita yang diperlakukan seperti itu apakah ia bisa menerimanya juga. Yang terpenting ialah dari kita harus bisa menjaga perasaan satu sama lain. Rasa berhubungan, yang diungkapkan dalam bentuk janji, yang selalu diperbaiki, secara sambung dan berlanjut, itulah hakikat dari komitmen. Pada intinya, setiap perbuatan itu nilainya ditentukan niat yang melandasi perbuatan itu. Yakinlah dalam hati bahwa niat yang baik akan mendapatkan yang baik pula. Pertanyaannya bagaimana bila kita sudah berkomitmen, sementara pasangan kita tidak (sering menyakiti)? Yakinlah diluar sana masih jauh lebih banyak yang lebih baik. Asalkan kita tetap terus memperbaiki kualitas diri kita tanpa henti dan tanpa lelah, pasti akan mendapatkan yang terbaik (QS. Annur: 3&26).  

Kejujuran  itu harus dan harga yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jujurlah apa adanya dengan pasangan kita. Tidak perlu dibuat-dibuat dan tidak perlu dipaksakan. Cintai dia apa adanya sesuai kemampuan dan kesanggupan kita. Bukan mencintai karena ada apanya. Yaa cintailah sewajarlah, jangan berlebihan juga. Biasanya cintai yang berlebihan terkadang suka tidak tulus. Ucapkan langsung bila ada suatu hal yang tidak disukai dari dia dengan cara yang baik dan tidak seolah-seolah menyalahkan. Jangan pernah memaksakan segala sesuatunya. Bila memang bisa, bilang bisa. Bila memang tidak punya, bilang tidak punya. Bila memang tidak ada, bilang tidak ada. Bila memang tidak tahu, bilang tidak tahu. Mudah bukan? Yang penting dibiasakan untuk selalu apa adanya dan menjadi diri sendiri. Bila memang tidak sanggup (lagi) dengan dia, lebih baik mengundurkan diri. Tentunya ini bukan suatu bentuk kepasrahan, yang seolah-olah tanpa usaha.Tetapi ini merupakan suatu usaha untuk bersikap apa adanya, sederhana, dan tidak dibuat-dibuat apalagi dipaksakan. Tentu apabila pasangan kita benar berkomitmen dengan kita, pasti akan selalu berusaha memberikan yang terbaik. Yakin itu. Yakinlah kejujuran itu mengatasi masalah tanpa masalah. Ceritakan apapun yang pasangan kita perlu ketahui. Ceritakan apa masalah kita, kegundahan kita, cita-cita kita, kekurangan kita, ambisi kita, keluarga kita, dan bila perlu ceritakanlah hal-hal sepele. Keterbukaan itu penting, karena keterbukaan pintu awal dari sebuah kejujuran. 

Komunikasi inilah inti dari sebuah hubungan, baik itu hubungan jarak jauh maupun jarak dekat intinya ialah komunikasi. Masalah keberhasilan sebuah hubungan baik pacaran atau berumah tangga hanya ditentukan oleh satu hal selain takdir Sang Kuasa. Yakni bagaimana membangun sebuah komunikasi yang baik. Komunikasi itu sebenarnya mudah, asalkan mau  saja berkomunikasi dengan pasangan kita. Iya mau, intinya mau tidak berkomunikasi. Sesibuk apapun kita, serepot apa pun kita, sejauh apapun kita dengan pasangan kita, asalkan kita mau berkomunikasi dengan-nya luntur lah semua hambatan yang ada. Tentu mau disini, bukan sekedar mau komunikasi saja terus seenaknya. Tidak begitu, tapi komunikasi yang memberikan kenyamanan dihati. Bayangkan bila komunikasi sudah tidak berjalan dengan baik. Jangan berharap lebih, suatu hubungan akan dapat berlanjut. Ibarat kata kalau hubungan tanpa komunikasi bagaikan, sayur tanpa garam. Bayangkan sayur itu akan hambar dan tidak ada rasanya apa-apa bukan. Begitu juga komunikasi dalam suatu hubungan merupakan sebuah kekuataan atau pondasi utama dalam suatu hubungan. Kekuatan suatu hubungan sangat ditentukan dari sebuah komunikasi yang berjalan diantara keduanya. Semakin baik dan nyaman komunikasi yang berjalan, semakin indah pula hubungan yang bersemai dihati masing-masing. Komunikasi disini diartikan jangan berlebihan juga. Sewajarnya saja dan jangan sampai terkesan mengganggu.  Karena segala sesuatu yang berlebihan juga tidak baik (QS. Al Isra:27). Tentu kita mengetahui kapan waktu yang tepat saat berkomunikasi dengan pasangan kita. Aneh rasanya bila pasangan kita yang memang berkomitmen dengan kita, ogah-ogahan atau rasanya sulit berkomunikasi dengan kita atau bahkan tidak mau berkomunikasi dengan kita. Bahkan bila dari kita ada perasaan takut untuk mau berkomunikasi dengan dia. Bila memang pasangan kita benar berkomitmen dengan kita, dia pasti mempunyai cara yang baik untuk sebentar menunda berkomunikasi dengan kita (bukan menghilang). 

Dari ketiga hal diatas yakni komitmen, kejujuran, dan komunikasi semuanya merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi. Ketiganya saling melengkapi dan menopang satu sama lain. Dari ketiga hal tersebut semuanya bersifat linear, maksudnya hubungan bermula dari sebuah komitmen dari komitmen tersebut diperlukan kejujuran dalam melaksanakan komitmen tersebut. Dari komitmen dan kejujuran tersebut di bungkus dengan sebuah komunikasi yang hangat dan intens. Namun dalam kondisi terbalik, hubungan yang akan berakhir biasanya diawali dari komunikasi yang buruk bahkan tidak berjalan. Setelah  itu mulai timbul  ketidakjujuran kecil yang terus berlanjut dan akhirnya membesar. Pada akhirnya hilanglah komitmen diantara keduanya (selesai). 

Tentu dalam mewujudkan ketiganya memang susah-susah gampang. Paling tidak ketiga hal tersebut yang harus ada dan pasti ada dalam menjalani bahtera sebuah hubungan. Memang tidak ada yang manusia yang luar biasa. Iya manusia itu tidak ada yang sempurna. Al-insaanu mahallul khata’wan nisyaan. Manusia itu ialah tempatnya salah dan dosa. Mau dicari di ujung dunia pun, pasti tidak ada manusia yang luput dari salah dan dosa. Begitu juga dengan pasangan kita. Pasangan kita tidak sempurrna. Toh kita berpasangan dengan manusia bukan? Sudah selayaknya lah kita berdamai dengan segala kekurangannya. Bila memang pasangan kita benar berkomitmen dengan kita, yakinlah dia pasti tidak akan pernah mau menyakiti kita terus menerus. Pasangan kita juga bisa (pasti) merasakan mana perbuatan yang menyakitkan kita atau tidak. Begitu juga dengan kita, pasti bisa merasakan bila pasangan kita sudah menunjukan keengganannya berhubungan dengan kita. Toh kita juga punya hati kan, yang bisa merasakan, bila ada perubahan dari pasangan kita. 

Paling tidak hati ini pasti memiliki kepekaan terhadap adanya keengganan dari pasangan untuk melanjutkan berhubungan dengan kita. Pada intinya yang perlu dimaknai mendalam bahwa setiap menjalin suatu hubungan, tentu pasti ada resikonya. Mencintai beresiko untuk tidak dicintai. Berharap beresiko untuk putus asa. Mencoba beresiko untuk gagal. Jangan pernah menyalahkan keadaan, mungkin belum waktunya, mungkin bukan sekarang tapi nanti, dan mungkin memang bukan dia yang terbaik.  Who knows? Memaksakan baju yang kekecilan saja tidak enak, bagaimana memaksakan perasaan bukan? Kalau sudah begini, yang paling baik dan nyaman dihati ialah memasrahkan semua kepada-NYA dan kalau lebih baik lagi bisa saling mendoakan untuk kebaikan masing-masing. Yakinlah sang pencipta maha mengetahui apa yang paling terbaik buat kita (QS. Albaqaraah:216)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar