Pemilihan umum kepala
daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012 sudah mulai menunjukan geliatnya. Genderang “perang”
sudah mulai ditabuh. Hal ini ditandai dengan dimulainya proses kampanye yang akan
dilalui oleh setiap pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur. Seperti
yang diketahui bahwa ada enam pasangan calon yang ikut dalam Pilkada kali ini.
Empat pasangan yang diusung oleh partai politik dan dua pasangan berasal dari
jalur independent. Inilah pertama kalinya pilkada DKI diikuti oleh dua pasangan
dari jalur independent. Dalam Pilkada DKI Jakarta setiap pasangan apabila ingin
memenangi Pilkada harus dapat meraup suara sah sekitar 3,5 Juta suara. 3,5 juta
suara merupakan 50 persen lebih dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berjumlah sekitar
6,9 Juta suara. Hal ini berbeda dengan daerah-daerah lain yang apabila ingin
menang dalam pilkada cukup meraup 30 persen dari DPT saja. Hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 2009 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dalam pasal 11 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur harus memperoleh surat suara sah lebih dari 50 persen.
Kampanye
Kampanye walau bukan
menjadi faktor penentu, dari kemenangan setiap pasangan suatu calon. Namun kampanye
dapat diliat sebagai suatu yang penting dalam positioning dari setiap calon atau partai politik. Dari positioning ini nantinya akan menunjukan
image politik yang dapat “dijual”
kepada masyarakat. Setidaknya ada dua tipologi dari kampanye, yakni kampanye
pemilu dan kampanye politik (Firmanzah, 2007: 273). Perbedaan yang sederhana
setidaknya dapat dilihat dari tiga hal mendasar (waktu, tujuan, dan strategi). Dari
segi waktu dapat dilihat kampaye pemilu dilaksanakan pada periode waktu
tertentu, sedangkan kampanye politik dilakukan terus menerus. Dari segi tujuan
kampanye pemilu dilakukan untuk mengajak pemilih memilih salah satu calon,
sedangkan kampanye politik membentuk image
politik. Terakhir strategi dapat dilihat kampanye pemilu memburu pendukung
untuk memilih salah satu calon, sedangkan kampanye politik membangun dan
membentuk reputasi politik. Dalam kaitan tulisan ini sudah jelas bahwa kampanye
ini meliputi kampanye pemilu.
Ada dua pandangan
mengenai kampanye pemilu. Pandangan yang pertama (Franklin, 1991) mengatakan bahwa
kampanye pemilu melalui aktivitas pengiklanan dan debat publik di televisi
dapat meningkatkan partisipasi pemilih. Artinya apa, bahwa media merupakan
instrumen yang penting dalam mengartikulasikan kepentingan calon untuk merebut
hati pemilih. Sedangkan anti thesis dari pendapat diatas (Gelman dan King,
1993) dan Bartels (1993) menunujukan bahwa prefensi pemilih terhadap kontestan
atau calon telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai. Sehingga
siapa yang akan memenangkan pemilu akan dapat ditentukan dengan mudah sebelum
pemilu dilaksanakan. Artinya apa sebenarnya kampaye pemilu sendiri pun berpengaruh
kecil, bahkan kalau tidak mau dibilang tidak berdampak, terhadap perilaku
pemilih (Firmanzah, 2007: 268-270). Dua pendapat diatas tentu masih bisa
diperdebatkan. Tetapi paling tidak hal ini dapat ditangkap, kecenderungan di
Indonesia bahwa siapa yang bisa mengusai media dapat memainkan perannya
(mengutak-atik) dalam percaturan politik di Indonesia. Setidaknya ada tiga
bahkan empat pemilik stasiun televisi menjadi elite partai politik. Dalam hal
ini penulis meyakini bahwa kampanye pemilu melalui aktivitas pengiklanan dan
debat publik di televisi dapat meningkatkan partisipasi pemilih. Walaupun
sekali lagi ini bukan menjadi faktor penentu yang paling utama seperti ketokohan kontestan,
faktor suku budaya, faktor sipil-militer, dan lain sebagainya.
Alasan satu putaran
Mungkin tidak banyak orang bahkan pengamat yang memprediksi bahwa Pilkada DKI 2012 akan berlangsung satu putaran. Memang diakui satu putaran dalam Pilkada DKI 2012 itu sulit, karena pasangan yang turun dalam Pilkada kali ini diwarnai oleh kehadiran tokoh nasional, akademisi, bahkan sampai kepala daerah yang sukses di daerahnya masing-masing. Namun saya merasa Pilkada satu putaran itu bukan suatu yang tidak mungkin. Setelah melihat iklan
dan debat dari berbagai cagub maupun cawagub rasanya tidak berlebihan nampaknya
bila melihat pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli berpeluang untuk menang satu
putaran. Tanpa meremehkan atau merendahkan tim sukses pasangan lain untuk terus
merebut hati pemilih. Hal ini beralasan diakui bahwa gaya komunikasi politik
yang dilakukan Fauzi bowo (Foke) mengalami perubahan besar terutama dalam tiga
bulan terakhir. Hal ini dapat dilihat bahwa foke semakin tenang dan pesan yang
ingin ditampilkan foke mengenai progress kinerjanya dalam memimpin ibukota
selama lima tahun mulai diterima masyarakat (media). Peluang tersebut dapat
ditingkatkan lagi bila foke dapat menyakinkan publik bahwa “membangun Jakarta
tidak bisa instan dan harus terukur serta dapat memperlihatkan progressnya
kepada publik” bila hal ini dapat terus ditumbuh kembangkan oleh foke bersama tim suksesnya bukan hal yang mustahil bila foke dapat menang satu putaran. Artinya tugas
terpenting foke dalam kampanye pemilu kali ini ialah bagaimana sebisa mungkin meyakinkan mindset warga Jakarta
bahwa membangun Jakarta tidak bisa dilakukan dengan cepat.
Keyakinan lain bahwa
foke berpeluang menang satu putaran ialah, terutama dapat dilihat karena
lawan-lawan politik atau calon-calon yang lain tidak mampu secara jelas
memperlihatkan harapan yang lebih baik, detail, dan nyata sepertinya yang
dimiliki foke. Anda semua bisa melihat bagaimana pasangan lain dalam
menyampaikan gagasannya terkesan masih mengambang dan seolah-olah asal-asalan
dalam mengemukakan paparannya. Yang paling terasa hampir semua pasangan calon
menjanjikan untuk membenahi masalah Jakarta, semuanya dalam waktunya cepat dan
serba instan. Bahkan terkadang sulit untuk diterima akal sehat.
Paling tidak, sekarang dapat
diakui bahwa Foke amat terlihat visi Foke yang lebih jelas, lebih
berpengalaman, lebih detail, dalam membangun Jakarta. Saya kira visi foke yang
dapat terlihat menarik dan sederhana, itu merupakan suatu hal yang luar biasa.
Dimana pesan politik dapat dengan mudah ditangkap oleh masyarakat. Merujuk pandangan
dari Franklin (1991), dapat terlihat fakta nyata bahwa ada korelasinya kampanye
pemilu melalui aktivitas pengiklanan dan debat publik di televisi dapat
meningkatkan partisipasi pemilih bahkan merebut hati pemilih. Foke yang dalam
tiga bulan lalu dikenal sebagai personality yang pemarah ketika ditanya
wartawan, lalu tidak banyaknya kisah sukses pemerintah Jakarta yang dimuat media.
Namun sekarang, dalam 3 bulan terakhir berbeda semuanya, media mulai mengikuti
arus perubahannya. Sekarang banyak kisah sukses Jakarta di muat di media baik
cetak maupun elektronik. Foke pun banyak tersenyum dan santai dalam menajwab
setiap aneka ragam pertanyaan wartawan. Disini artinya bahwa foke yang dulu tidak
pernah diungkap media, sekarang mulai mampu merebut hati media walaupun masih
belum menjadi “anak emas” media. Belum lagi foke yang diuntungkan sebagai calon
incumbent atau petahana, beliau dapat dengan luas dan leluasa menyampaikan
visinya terkait HUT Jakarta ke-485, belum lagi nanti akan diselenggarakan pemilihan
Abang-None Jakarta yang dapat menguntungkan sang petahana juga. Pointnya ialah
seperti yang diungkapkan sebelumnya bagian yang tersulit saat ini adalah
bagaimana meyakinkan warga Jakarta bahwa visi foke itu membutuhkan proses dan tidak
bisa instan semudah meyatakan bahwa 2 tahun atau 3 tahun jadi, semua beres, semua selesai.
Kalau tim sukses foke bisa membuat publik yakin bahwa segala sesuatunya butuh
proses (tidak instan), dapat memperlihatkan progressnya dari prestasi-prestasi
Jakarta, maka Pilkada DKI berpeluang untuk satu putaran saja. Namun lain cerita
bila tim sukses gagal meyakinkan warga Jakarta dan pemilih Jakarta masih menghendaki
segala sesuatunya serba instan, maka Pilkada DKI akan berlangsung dua putaran. Bila memang takdir berkehendak Pilkada terjadi dua putaran berat rasanya Foke bisa mempertahankan posisinya menjadi DKI-1, karena nantinya Foke akan menjadi sasaran tembak atau musuh bersama pasangan lima calon lainnya dalam putaran kedua. Untuk itulah peluang besar foke memenangkan Pilkada, ialah pada saat satu putaran. Bila tidak lupakan untuk memenangi Pilkada DKI 2012! Intinya untuk Foke, satu putaran atau tidak sama sekali!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar