Sabtu, 14 April 2012

Selayang Pandang Otonomi Daerah dengan Peraturan Daerah

Pendahuluan          
 Peraturan daerah (perda) selalu ada dan hadir di setiap sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Indonesia selama ini dan pengaturannya selalu ikut mengalami perubahan sesuai dengan kebijakan hubungan pemerintah pusat-daerah yang dianut oleh suatu rezim pemerintah yang berkuasa. Konsep desentralisasi yang kemudian di jalankan oleh Indonesia pasca tumbangnya rezim Soeharto atau pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang kemudian direvisi pada tahun 2004), menempatkan perda sebagai alat yang strategis dalam mencapai tujuan desentralisasi (otonomi daerah). 

Otda dan Perda 
            Peraturan daerah merupakan suatu produk hukum yang berada di level pemerintahan daerah baik itu di provinsi, kabupaten, atau pun kota. Suatu produk hukum yang dihasilkan dalam proses pembuatannya tentu tidak lepas dari pengaruh sistem ketatanegaraan, desain pemerintahan, dan kondisi politik ketika suatu produk tersebut dibuat. Oleh karena itu, ketiga hal diatas akan selalu menjadi dasar analisis dalam merumuskan mekanisme pembentukan perda yang dapat mewakili kepentingan masyarakat yang berada di daerah. Maka dari itu, ketika membahas perda selalu harus dihubungkan dengan proses desentralisasi (otonomi daerah).
            Dalam konteks otonomi daerah, keberadaan perda pada intinya untuk mendorong desentralisasi secara lebih maksimal. Secara umum tujuan desentralisasi dapat diklasifikasikan ke dalam dua variabel penting, yakni peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan structural efficiency model) dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan local democracy model) (Prasojo, dkk. 2006: 1). Maka dari itu, melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan menjadi salah satu cara yang terbaik untuk mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi percepatan dari pembangunan sosial dan ekonomi daerah. Untuk mencapai tujuan desentralisasi tersebut, keberadaan perda menjadi suatu faktor yang signifikan dalam menentukan sukses tidaknya mencapai tujuan yang diinginkan dari desentralisasi. Perda sebagai sebuah produk hukum, sosial, dan politik harus berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Buruknya kualitas perda yang dihasilkan tentu saja akan menghambat proses desentalisasi yang sedang berlangsung. Demikian pula sebaliknya, jika perda yang dihasilkan memiliki bobot dan kualitas yang baik akan semakin mudah tujuan-tujuan dari desentralisasi akan tercapai.
             Esensi dari otonomi daerah sejatinya adalah kewenangan mengatur yang dimiliki oleh pemerintahan daerah. Kewenangan tersebut diwujudkan melalui pembuatan perda. Kewenangan membuat perda, merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah dan sebaliknya, perda merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah (Abdullah, 2010:131). Tanpa adanya DPRD dan kewenangan untuk membuat perda sejatinya esensi dari otonomi daerah menjadi sirna (kabur). Maka dari itu, dalam mengimplementasikan sebuah kewenangan, sebuah pemerintahan membutuhkan suatu instrumen hukum di tingkat daerah yakni perda. 

Kesimpulan 
Dalam hal ini pemerintah daerah (pemda) merupakan implementator dari sebuah kebijakan publik daerah (perda) yang mengemban tugas dan fungsi-fungsi pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat (Yudoyono, 2003: 62). Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Bromely bahwa pemerintah daerah merupakan juga administrasi publik yang memiliki fungsi untuk menjalankan kebijakan dan program-program kegiatan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kerangka hierarki kebijakan (Kristiadi, 1989: 9). Maka, baik buruk kinerja pemerintah daerah sebenarnya dapat terlihat dari sejauhmana pemerintahan daerah melaksanakan apa yang diamanatkan dalam sebuah perda. Paling tidak dapat ditarik benang merah, cepat atau lambatnya pembangunan di suatu daerah ditentukan salah satu nya dari baik buruknya suatu kualitas perda yang dihasilkan. Tidak salah kiranya bila Huntington (1968) berpendapat, perbedaan yang paling penting antara suatu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk atau ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan mengimplementasikan suatu kegiatan pemerintahan (baca: kebijakan publik). Tingkat kemampuan dapat dilihat pada kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh elite politik (nasional maupun daerah), bupati, walikota, gubernur, menteri kabinet, atau presiden sekalipun. Pada intinya ialah keunggulan suatu negara semakin ditentukan oleh kemampuan negara tersebut menciptakan dan  mengimplementasikan kebijakan-kebijakan publik yang telah disepakati bersama.

Sumber Rujukan:

Abdullah, Rojali. (2010). Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kristiadi, J.B (1998). Perspektif Administrasi Publik Menghadapi Tantangan Abad XXI. Dalam Sularso Sopater, et al (Ed). Pemberdayaan Birokrasi Dalam Pembangunan: Kumpulan Karangan (hlm 9). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Prasojo, Eko, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguh Kurniawan. (2006). Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.

Yudoyono, Bambang. (2003). Otonomi Daerah. Jakarta:  Pustaka Sinar Harapan.
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar