Minggu, 25 Maret 2012

Copy-Paste Pilkada DKI Jakarta

Dalam pilkada DKI Jakarta kali ini (2012), kondisinya berbeda dengan kondisi dari pilkada 2007. Salah satu perbedaanya ini terletak adanya dua calon yang masih menjabat di daerah nya masing-masing, turun dalam pilkada kali ini.  Pertama Joko Widodo (Jokowi) yang masih punya "hutang" 3 tahun lagi untuk menyelesaikan tugasnya sebagai Walikota Solo hingga 2015. Kedua ialah Alex Noerdin yang masih menjabat sebagai Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) hingga 2013. Berarti ada tiga incumbent dalam pilkada DKI Jakarta kali ini, Jokowi, Alex Noerdin, dan Fauzi Bowo. Tentunya keberanian Jokowi dan Alex untuk mengikuti Pilkada DKI Jakarta, dibekali dengan cerita kesuksesan meraka (Jokowi dan Alex) dalam membangun daerahnya masing-masing. Namun, tidak terlepas juga dari restu partai politik tempat mereka bernaung yaitu PDIP (Jokowi) dan Golkar (Alex). Lalu pertanyaan selanjutnya, ialah apakah kisah-kisah sukses mereka berdua dapat dijadikan sebagai modal untuk membenahi masalah jakarta? Apakah mereka bisa copy-paste kesuksesan dari daerah-daerah yang mereka pimpin untuk dibawa ke jakarta?  

Copy-Paste
Perlu diingat bahwa pemilih jakarta ialah pemilih yang memiliki rasionalitas tinggi, artinya pemilih yang menentukan pilihan dengan banyak pertimbangan tinggi seperti kemampuan pasangan (Knowledge, Skills, and Abillty), memahami track-record dari calon-calan yang akan turun nantinya, dan kritis terhadap calon-calon yang ada. Ikut sertanya Jokowi dan Alex Noerdin tentu membawa harapan dari berbagai pihak akan keikutsertaan mereka dalam pilkada Jakarta, harapan tersebut dilihat dari keberhasilan dari mereka berdua dalam membawa perubahan bagi daerahnya masing-masing. Disisi lain turunya Jokowi dan Alex menjadi pilihan alternatif masyarakat dalam memilih pemimpinnya sendiri. Menurut hemat penulis, sulit rasanya bila keberhasilan di daerah-daerah mereka dapat dijadikan modal dasar untuk membawa perubahan di DKI Jakarta, selain itu sulit rasanya bila mereka bisa copy paste kesuksesan dari daerah-daerah yang mereka pimpin dibawa ke jakarta. Hal ini didasarkan dengan dua alasan, pertama permasalahan jakarta adalah multikompleks dan multikultur artinya permasalahan jakarta tidak bisa disamakan dengan masalah kota seperti Solo dan Sumsel, mulai dari segi jumlah penduduk, heteregonitas penduduk, tingkat kepentingan-kepentingan yang menaunginya dan sebagainya. Tidak berlebihan kalau  rasanya menyebutkan jakarta adalah tempat bertemunya semua permasalahan yang di Indonesia di satu tempat yaitu Jakarta.  Maksudnya apa Anda bisa melihat ketika ada permasalahan mengenai sengketa pemilu. pasti semuanya akan bermuara di Mahkamah Konstitusi (MK) belum lagi jakarta, banyak preman-nya yang banyak mengadu peruntungan di Jakarta. Preman-preman ini juga terkadang dapat menjadi batu sandungan dalam mengatasi suatu permasalahan Ibukota Jakarta. Bisa dibilang kerasnya Jakarta tidak bisa dibandingkan dengan Solo dan Sumsel, artinya mengusai jakarta sama saja mengusai Indonesia (masalah Jakarta masalah Indonesia). Kedua, masa jabatan gubernur itu sangat singkat hanya lima tahun, tidak mungkin rasanya membenahi banjir dan kemacetan hanya dalam 3 tahun (cagub yang menjanjikan menyelesaikan masalah banjir hanya butuh waktu 3 tahun), kondisi jakarta adalah dibawah permukaan laut tidak mungkin jakarta bebas banjir. Bagaimana caranya jakarta disulap 3 tahun bebas banjir. Artinya Jakarta jangan sampai hanya menjadi "kelinci percobaan" dalam memuaskan hasrat politik para elite partai poltik, karena tidak dapat dinafikkan bahwa siapapun kandidat dari partai yang sukses membenahi jakarta mudah menyakinkan publik mampu membenahi republik, katakanlah dalam kampanye pemilu presiden 2014.

Oleh karena itu, yang paling proporsional ialah sebenarnya ialah tetap membiarkan Jokowi dan Alex tetap menjadi pimpinan di daerahnya masing-masing. Mengelola dan terus memajukan solo dan sumsel secara maksimal, hingga suatu saat nanti dengan prestasinya itu dia diposisikan pula secara proporsional, misalnya jokowi bisa saja maju menjadi gubernur Jawa Tengah. Selain itu Alex Noerdin, meneruskan prestasinya saja di sumsel dengan membuat sumsel menjadi pusat perekonomian di sumatra yang lebih maju atau paling tidak buatlah sumsel lebih baik dari sekarang seperti misalnya membangun monorail, subway dan lain sebagainya. Membuat atau mensejajarkan sumsel setara dengan jakarta atau bahkan melampaui Jakarta. Bisa saja bukan tidak mungkin kedua tokoh ini diteruskan menjadi seorang menteri. Dengan jenjang karir proporsional seperti ini kelak akan muncul tokoh-tokoh lokal yang kapabel dan kredibel, yang bisa diharapkan bukan cuma punya visi lokal tetapi juga nasional dan global. Toh itulah yang diharapkan dari desentralisasi, tumbuhnya kepemimpinan lokal yang cakap yang dapat membawa perubahan di daerahnya masing-masing yang tentunya akan bermuara kepada perubahan nasional. Bukankah memajukan daerah asal lebih mudah daripada memajukan daerah baru yang sama sekali belum tahu seperti apa dan bagaimana situasi dan kondisinya. Buatlah solo dan sumatra selatan menjadi kota yang lebih maju dan lebih baik dibandingkan kota-kota di Indonesia. Selain itu kepada pimpinan partai politik, tetap tumbuhkan lah kepemimpinan lokal didaerahnya masing-masing, jangan kepemimpinan lokal disuatu daerah diambil untuk membenahi daerah lainya. Karena belum tentu antara suatu daerah dengan daerah lainnya dapat disamakan kondisi dan situasinya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar