Hampir 15 bulan sudah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono menjadi presiden dan wakil presiden negeri kita, dengan mengantongi suara hampir 140 juta pemilih atau kira-kira 60% dari daftar pemilih tetap (DPT) data yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pasangan ini keluar sebagai presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2009-2014. Pasangan yang dilantik pada 20 Okteber 2009 oleh MPR ini memang memliki legitimasi yang kuat dengan 60% masyarakat kita mendukung beliau berdua. Tetapi entah kenapa legitimasi yang sebegitu kuatnya, rasanya kurang dimanfaatkan dengan baik artinya kurang adanya gebrakan-gebrakan yang terlihat selama 15 bulan terakhir kepemimpinan beliau. Belum lagi pasangan ini yang dicover juga Oleh Seketariat Gabungan yang digawangi oleh Aburizal bakrie (Ketum Golkar) yang berkomitmen untuk mengawal pemerintahan ini sampai finish 2014. Bagi SBY sendiri ini merupakan periode ke-duanya menduduki orang nomor satu dinegeri ini. SBY yang pada periode sebelumnya berpasangan dengan jusuf kalla yang akhirnya bercerai pada Pilpres 2009, pada periode ini SBY memilih Boediono sebagai pasangan duetnya tentunya dengan harapan menggandeng boediono bisa memulihkan keadaan ekonomi bangsa kita yang lebih baik lagi. Untuk itu sebenarnya disinilah ajang pembuktian beliau untuk benar-benar menyempurnakan pengabdian kepada bangsa dan negaranya ini. Mantan Kassospol TNI ini sebaiknya sudah sepantasnya memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Apabila jasa-jasanya beliau akan selalu dikenang dengan manis oleh setiap rakyat kita.
Tentu tak ada gading yang tak retak, selama 15 bulan pasangan ini menjalankan roda pemerintahan. Setidak-tidaknya ada tiga masalah mendasar bangsa ini yang sudah sangat harus ditangani. Evaluasi berbagai pihak dalam dan luar negeri melansir ada tiga masalah yakni, Penegakkan Hukum yang berjalan belum baik, Korupsi yang masih terjadi, Birokrasi yang belum berjalan Efektif (Kompas/6/1/2011). Tentulah tidak sama antara pandangan orang yang satu dengan yang lain kalu berpendapat mengenaai masalah bangsa kita. Tetapi saya rasa tidak berlebihan memang tiga masalah inilah yang paling mengkhawatirkan bagi bangsa ini. Dalam pandangan saya ini, saya ingin mengemukakan pendapat kritis saya. ada beberapa catatan ringan saya mengenai ketiga masalah diatas.
1.Penegakkan Hukum yang belum berjalan dengan baik: Tidak berlebihan kalau saya mengatakan penegakkan hukum dikita ini. Seperti Pisau dapur bermata terbalik, artinya apa tajam dibawah dan tumpul diatas. Kita bisa melihat dengan seksama kasus hukum di negeri ini yang kerugiannya tidak seberapa tapi hukum benar-benar ditegakkan seperti nenek marsinah yang terbukti mencuri kakao dikebun majikan yang dipenjara akibat ulahnya tersebut. tidak sebanding dengan koruptor yang merugikan negara Milyaran, Triliunan hanya dihukum paling-paling hanya 4-5 tahun. Itu pun belum dipotong remisi yang diberikan tiap tahunnya. ditambah lagi dia bisa membeli fasilitas penjara yang ia inginkan sudah banyak contohnya ditelevisi. Rasanya kita dinegeri ini bagi rakyat miskin sudah takut sekali bila berurusan dengan hukum yah karena tidak punya uang untuk bisa "bermain" dengan hukum. Saya berharap jadikan lah Hukum sebagai Panglima tertinggi dalam mengatasi setiap persoalan bangsa dinegeri ini. Bukan justru malahan hukum yang dapat diatur oleh para politisi. Kita mengaku sebagai negara hukum tetapi apa,kalau hukumnya masih dapat diperjual belikan. Negara-Negara dengan sistem hukum yang kuat cenderung menampakkan dirinya sebagai suatu organisme kelas tinggi yang bahkan mampu mempengaruhi gerak dari organisasi di sekitarnya. Artinya sistem hukum yang kuat dapat menopang sistem yang lain misalnya ekonomi, politik, sosial dll. Kembalikan lah negara ini pada cita-cita awal 'the founding fathers' bahwa negara ini harus berdasarkan hukum. Berkaca dari pandangan Francis Fukuyama (2004) menyatakan bahwa negara yang kuat tidak harus memiliki bidang aktivitas yang besar, tetapi negara yang dapat menegakkan aturan (law enforcement yang kokoh). Alat-alat negara harus bekerja keras menegakkan aturan hukum yang berlaku. Derajat Politisasi negara terhadap alat-alat penegak hukum dalam negara "rule of law" sangat rendah atau bisa dikatakan tidak ada sama sekali (Maksum: 2008).
2. Korupsi yang masih terjadi: Mungkin sudah banyak literature yang membahas mengenai masalah korupsi. Saya bingung apakah bangsa ini tidak dapat menyelesaikan satu masalah saja yaitu korupsi. Dari 50 tahun yang lalu mungkin masalah korupsi sudah mendarah daging bagi bangsa kita ini. Dahulu masalah korupsi terpusat pada sistem pemerintahan pusat saja, tetapi sekarang setelah masa otonomi daerah justru masalah korupsi berpindah yang tadi nya berada di pusat,sekarang justru pindah ke daerah. Sekarang kita bisa melihat banyak sekali para kepala daerah yang terjerat kasus hukum setelah tidak menjabat lagi daerah yang dipimpinnya. Perbuatan korupsi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan mayarakat. Korupsi di Indonesia dapat ditemui hampir disetiap lini sendi kehidupan bangsa ini. Setidaknya ada beberapa cara untuk mengurangi praktek kkn (Kasim,2004:14). pertama, Law enforcement dapat dijadikan sebagai senjata utama untuk menjerat koruptor tanpa pandang bulu. Kedua, tingkatkan lah kesejahteraan para pegawai untuk mengeliminir tindakan korupsi. Ketiga, Sempurnakan sistem hukum dengan penerapan azas pembuktian terbalik bagi kasus korupsi sehingga para semua terdakwa korupsi dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Misalnya dengan membuktikan bahwa ia telah melaporkan semua penghasilan dan sudah membayar semua kewajibanya pajaknya. Keempat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam semua tahap kegiatan dan dan program pemerintahan sehingga kontrol sosial lebih efektif dan pemerintahan lebih responsive. Kelima, meningkatkan transparansi pemerintahan yaitu dengan memberi akses kepada semua pihak pemangku kepentingan. Keenam, meningkatkan upaya pertanggung jawaban publik terhadap kinerja pemerintah terutama yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).Mengingat berbagai faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi praktek korupsi di Indonesia dan begitu banyaknya kegagalan kita dalam memberantas korupsi maka upaya yang harus diperlukan ialah kepemimpinan yang kuat yang mempunyai visi yang jelas dan integritas yang kuat.Artinya komitmen dari semua pihaklah yang dituntut lebih. Komitmen disini tidak hanya sebatas lips service belaka atau omong kosong belaka tanpa perbuatan yang nyata. Upaya pemberantasan korupsi harus didukung sepenuhnya oleh setiap pimpinan mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati atau walikota. Peranan kepemimpinan yang kuatlah yang dapat menjadi panutan rakyat sangat krusial dalam memberantas korupsi di Indonesia karena hubungan pemimpin dan rakyat masih bersifat paternalistik (kasim,2004:16).
3.Birokrasi yang belum berjalan efektif: kita tidak bisa memungkiri bahwa birokrasi lah sebagai gerbong utama yang menggerakkan pemerintahan. alih-alih sebagai gerbong utama dalam pemerintahan malah justru menimbulkan masalah baru, terkait ketidak efisienan dan ketidak efektifannya dalam menjalankan setiap tugasnya. kita tidak bisa menaffikkan gagalnya pembangunan di Indonesia, khususnya belum optimalnya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam birokrasi(kleptokrasi), juga disebabkan oleh ketiadaan grand design reformasi dan reposisi peran administrasi negara (birokrasi). Hal ini pula yang menyebabkan birokrasi belum dipandang sebagai faktor penting dalam penggerak pembangunan (Prasojo,2006: 295-304). Menurut Ledivina Carino (1997)pernah mencatat model birokrasi didunia ini dalam tiga golongan model. Pertama, model pluralis mengatakan bahwa kinerja birokrasi adalah hasil tarik-menarik berbagai golongan yang tidak satupun dominan. Birokrasi ini terdiri atas kesepakatan dari berbagai pihak yang menjadi penentu organisasi negara. Kedua, Model Marxis artinya birokrasi yang sepenuhnya menjadi pelayan golongan berkuasa. Dalam model ini birokrasi juga dipengaruhi golongan para pemilik modal. Golongan yang kuat dalam masyarakat mampu memmpengaruhi birokrasi dengan efektif. Ketiga, Model Otonom adalah model yang menyadari bahwa birokrasi bersifat otonom-relative terhadap berbagai elemen dalam satu masyarakat. Dalam pandangan ini, birokrasi memiliki kepentingan sendiri dalam berhadapan dengan berbagi elemen negara (Maksum: 2010). Melihat paparan diatas Indonesia termasuk berada dalam model biokrasi otonom dimana birokrasi indonesia yang merupakan warisan belanda sejak dahulu yang memilki kemauan sendiri dan memiliki kepentingan sendiri yang menjadi satu kekuatan tersendiri. apa yang harus dilakukan untuk meningkatakan kualitas birokrasi kita dalam rangka menciptakan good governance. Yang perlu diperhatikan ialah bagaimana para pemimpin bangsa ini mau berkomitemen untuk benar-benar melaksanakan reformasi birokrasi sebagai suatu gerakan nasional. Kelahiran dan reformasi birokrasi tidak mungkin berhasil tanpa komitemen dan national leadership. Ada dua arah yang harus dituju oleh komitmen dan national leadership dalam penciptaan good governance di Indonesia. Pertama komitmen untuk melakukan Modernisasi Birokrasi,dan kedua komitmen untuk menegakkan hukum bagi setiap pelanggaran birokratis mulai dari mal administarsi, korupsi, kolusi, dan Nepotisme (Prasojo, 2004: 1-8). Dan inti dari upaya penciptaan good governance ialah terletak pada reformasi birokrasi.
Dari apa yang terlihat diatas, nampaknya kita dapat bersepakat bahwa letak setiap persoalan bangsa kita ini ialah bermuara pada Politicall will dari sang penguasa negeri ini yaitu presiden. Sudah banyak contoh keberhasilan beberapa negara yang dahulunya negara koruptor,negara yang bobrok birokrasinya, negara yang carut-marut penegakkan hukumnya mampu berubah menjadi negara yang disegani oleh negara-negara di dunia pada saat ini, bahkan digadang-gadang kan menjadi satu kekuatan baru untuk menjadi negara adikuasa. Negara itu ialah cina dan korea selatan. Cina dibawah kepemimpinan Deng Xiaoping 1994 yang bertahap melakukan reformasi di cina. Ia mampu melakukan Law enforcement, mempelopori perubahan dengan sisten merit dalam kepegawaian negeri cina. Ia mampu menunjukan bahwa dirinya mempunyai integritas yang tinggi dan pantas menjadi panutan banyak rakyat banyak (Tsao and Worthley, 1995; Aufrecht and Bun, 1995). Contoh lain ialah Korea Selatan Pada masa pemerintahan Rho Tae Woo tahun 1988, reformasi administrasi negara diperkuat melalui deregulasi dan simplifikasi prosedur, restrukturisasi pemerintahan pusat dan penguatan peran komisi reformasi administrasi. Semua usaha korea selatan tersebut ternyata tidak sia-sia dan alhasil efisiensi dan terciptanya administrasi negara yang profesional, bersih, dan berwibawa. Belajar dari contoh cina dan korea selatan, bahwa kunci untuk mengatasi setiap persoalan bangsa ialah memerlukan komitmen dan visi dari setiap penguasa atau pejabat dinegeri ini. Apabila tidak ada komitmen dari pimpinan negara ini jangan harap bangsa kita akan bisa keluar dari persoalan kronis bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar